CANDI SIMPING |
Candi SimpinG adalah nama sebuah candi yang baru aku dengar. Karena penasaran akhirnya aku browsing untuk mencari informasi lebih lanjut. Setelah informasi di tangan, aku tambah penasaran untuk datang ke lokasi. Akhirnya dengan modal nekat datang ke candi ini. Dari arah Tulungagung sebelum jembatan Sungai Brantas ada pertigaan (Pademangan), langsung saja belok ke kanan melalui jalan desa jurusan Pasar Kademangan. Setelah berjalan 2 kilometer kebingungan melanda karena ada pertigaan dan perempatan tapi minim sekala papan penunjuk arah apalagi untuk orang awam seperti aku. Setelah berjalan sekitar 4 kilometer sebelum pom bensin yang terletak di sebelah barat jalan terdapat papan penunjuk arah tapi hanya terlihat samar-samar karena sebagian tertutup pohon pisan. Ada pertigaan belok ke kiri (timur). Sekitar 100 meter di sebelah kiri jalan di antara persawahan ada semacam pintu gerbang dan masuk sekitar 10 meter ada papan nama bertuliskan “CANDI SIMPING”. Akhirnya ketemu dech ma Candi Simping yang aku cari meskipun minim papan penunjuk arah.
Candi
Simping disebut juga Candi Sumberjati karena secara administrasi terletak di
Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Sampai di pintu
gerbang aku disambut Juru Pelihara Candi Simping yang bernama Pak Susilo. Dari
beliau aku dapat banyak banget informasi mengenai Candi Simping dan
peninggalan-peninggalan lain di sekitar wilayah Blitar serta menemani aku untuk
berkeliling melihat-lihat.
Memasuki
areal Candi Simping yang berukuran 40 meter x 40 meter ini kita akan disambut
sebuah lingga (dikonotasikan sebagai alat kelamin laki-laki) yang memanjang
setinggi sekitar satu setengah meter. Menurut Pak Susilo sebenarnya dulu
terdapat yoni (dikonotasikan sebagai alat kelamin wanita) tapi hilang entah
kemana. Di belakangnya ditumpuk batu-batuan candi yang belum tertata.
Candi
Simping terbuat dari komposisi batu andesit dan batu bata. Batu batu digunakan
untuk isian candi, sedangkan batu andesit digunakan untuk bangunan luar candi.
Candi
Simping sekarang hanya menyisakan reruntuhannya saja. Bangunan utama Candi
Simping hanya tinggal pondasi atau kaki candi saja. Bangunan ini menghadap ke
arah barat dengan ukuran panjang 10,5 meter dan lebar 8,2 meter. Di sisi barat
ada tangga (flight step) yang dulu digunakan sebagai jalan masuk ke ruang
candi.
Di
tengah-tengah bangunan utama terdapat batu segi empat yang terbuat dari batu
andesit dimana di permukaannya terpahat relief seekor kura-kura yang dililit 4
ekor naga dimana kepala naga berada di sudut-sudut gambar. Relief tersebut
kemungkinan menggambarkan Kurma (avatara ke dua dari dewa Wisnu berwujud
kura-kura raksasa) yang dililit Naga Basuki dalam rangka membantu para dewa dan
asura untuk memperoleh tirta amerta.
Pada
pondasi candi setinggi sekitar setengah meter ini banyak sekali terdapat relief
binatang. Relief hewan disini sungguh beragam, ada singa, merak, angsa, babi
hutan, burung garuda, hingga kuda poni. Selain relief hewan, pada batu – batu
candi terdapat relief suluran tanaman dan relief bunga. Ada juga hiasan pilaster candi serta aneka antefik
dalam bentuk beragam nan unik.
Relief Nangkala |
Pada
pojok bangunan juga masih terdapat relief.
Sewaktu
aku bertanya kepada Pak Susilo apa ada rencana reruntuhan Candi Simping ini
direkonstruksi ulang, beliau menjawab memang ada rencana tapi waktunya belum
pasti. Batuan candi yang jumlahnya ribuan itu telah ditata rapi di sekitar
bangunan utama menurut kelompokya jika swaktu-waktu direkonstruksi. Pihak Balai
Purbakala (Dinas Kepurbakalaan) telah memiliki sketsa rekonstruksi Candi
Simping. Dalam sketsa rekonstruksi yang dibuat itu tergambar bentuk candi yang
ramping meninggi ke atas dengan ketinggian sekitar 16 meter. Sepintas, bentuk
candi mirip Candi Sawentar dan Candi Kidal. Pada badan candi yang direkontruksi
terdapat hiasan-hiasan bermotif sulur-suluran dan bunga. Sementara pada mustaka
candi terdapat pelipit-pelipit garis dan bingkai padma (bunga teratai). Karena
ketiadaan dana, Candi Simping ini belum direkonstruksi. Menurut Pak Susilo
beberapa waktu yang lalu ada pengunjung 2 orang laki-laki separuh baya dari
Banyuwangi datang berkunjung dan bertanya mengapa candi runtuh padahal waktu
datang tahun 2007 candi masih dalam keadaan utuh seperti yang ada di gambar
sketsa perkiraan dan tingginya seperti pohon kelapa yang ada di pojok timur
(sekitar 16 meter). Pak Susilo pun kaget dan bingung padahal beliau sudah
menjadi juru pelihara candi sejak tahun 1992. Allahualam, itu adalah kejadian yang
terjadi di luar logika.
Kitab
Negarakertagama menyebutkan Candi Simping ini merupakan tempat diperabukan (pendharmaan)
Raden Wijaya (1293-1309 Masehi) bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana, Kerajaan
Majapahit dalam perwujudannya sebagai Hari-Hara (suatu sinkretisme antara Hindu dan Budha, sebagai keyakinan
yang dianut oleh Sanggramawijaya sendiri).
Kerta Rajasa mangkat pada tahun 231 Saka (1309 M) yang kemudian didharmakan di
Antah Pura sebagai Budha dan di Candi Simping sebagai Siwa. Dulu di Candi
Simping ini ditemukan arca Hari Hara yang sekarang disimpan di Museum Nasional
Jakarta. Adanya unsur Siwa dan Wisnu tersebut mengindikasikan candi ini
beraliran agama Hindu Siwaistis.
Candi
Simping pernah direnovasi oleh Raja Hayam Wuruk pada tahun 1285 Saka (1363
Masehi) saat memuliakan leluhurnya yang tidak lain adalah Kerta Rajasa (Raden
Wijaya). Raja Hayam Wuruk dalam kunjungannya ke daerah Blitar beberapa kali
mampir di candi ini, bahkan Hayam Wuruk dan Mahapatihnya, Gajah Mada pernah
menginap di candi ini.
Di
sudut barat terdapat batu-batuan candi yang telah ditata menyerupai puncak
candi dengan ketinggian sekitar dua meter.
Di
sebelah utara bangunan candi terdapat Kalamakara yang berjumlah empat yang
biasa menghiasi pintu masuk candi bagian atas masih utuh tanpa rusak sedikitpun
yang diletakkan di atas umpak. Beratnya batuan tersebut diperkirakan lebih dari
1 ton dan untuk meletakkan di atas umpak tersebut menggunakan alat berat dan
membutuhkan waktu seharian. Keempat Kala tersebut mempunyai bentuk yang
berbeda-beda. Ada yang perempuan dan ada yang laki-laki.
Di
sebelah barat bangunan utama ada banyak batu-batuan yang terpahatkan relief
yang unik. Ada relief seekor siput bercangkang dimana zaman dahulu digunakan
untuk seperti seruling kayak yang terjadi di India. Siput tersebut dikelilingi
sinar yang melambangkan kemakmuran.
Di
sebelah tenggara terdapat arca yang semula aku kira kera, tapi kata Pak Susilo
kemungkinan berbentuk singa yang sedang duduk di atas padmasana (singgasana).
Sayang kepalanya hilang entah kemana, tinggal badannya saja.
Ada
banyak sekali relief-relief yang ada di batu-batuan candi yang belum tertata
tersebut. Tapi sayang Pak Susilo pun mengatakan juga kurang mengerti makna
relief tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar