Candi Wringin Lawang |
Candi
Wringin Lawang terletak di Dusun Wringinlawang,
Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi Wringin Lawang
sudah dikenal sejak tahun 1815 tetapi dalam tulisan Raffles dalam bukunya yang
berjudul “History of Java” disebut
“Gapura Jati Pasar”. Dinamakan Wringin Lawang karena bentuknya seperti pintu
(lawang dalam bahasa Jawa) dan dahulu pada waktu ditemukan di kanan kiri
terdapat pohon beringin (wringin dalam bahasa Jawa). Secara astronomis terletak
di koordinat 7°32′31″LS dan
112°23′27″BT dan berada pada ketinggian 36,42 di
atas permukaan laut. Karena terletak di Desa Jatipasar, maka sering juga
disebut Candi Jatipasar atau Gapura Gapit. Candi Wringin Lawang terletak tidak
jauh dari Jalan Raya Mojokerto-Jombang, kira-kira masuk tinggal jalan sekitar
200 meter. Jadi tidak sulit kan untuk menjangkau ke tempat ini.
Memasuki areal Candi Wringin Lawang
kita akan disuguhi pemandangan yang menakjubkan. Ada beraneka jenis tanaman
hias, pohon maja, pohon cermai, dan pohon Trenggulun yang membuat suasana asri.
Candi Wringin Lawang yang menempati
areal seluas 616 meter persegi ini secara keseluruhan terbuat dari batu bata
merah dengan arah hadap ke timur-barat dengan berukuran panjang 13 meter, lebar
11,5 meter dan tinggi 15,5 meter.
Candi Wringin Lawang merupakan
bangunan yang termasuk dalam tipe candi bentar, yaitu gapura belah yang tidak
mempunyai atap. Candi bentar biasanya berfungsi sebagai gerbang luar suatu
kompleks bangunan. Bentuk bangunan seperti ini sekarang banyak dijumpai di
daerah Bali.
Belum secara pasti dapat diketahui
apakah Candi (Gapura) Wringin Lawang apakah gapura ini merupakan gerbang masuk
keraton Majapahit atau bangunan penting yang lain. Tapi, ada juga yang
berpendapat bahwa gapura tersebut merupakan pintu masuk ke kediaman Patih Gajah
Mada, mengingat dahulu pernah diketemukan arca terakota yang wajahnya mirip
dengan Patih Gajah Mada.
Candi Wringin Lawang sebuah
peninggalan Majapahit yang diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dalam keadaan
polos tanpa hiasan, ukiran atau relief. Bentuk gapura menyerupai puncak Gunung
Mahameru yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Jika perhatikan
dari jauh, terdapat gapura kecil yang menempel pada bagian induk. Gapura kecil
ini melambangkan gerbang rakyat, sedang yang besar melambangkan gerbang raja.
Arti yang terkandung di dalamnya adalah kebijaksanaan raja jauh lebih besar
daripada kekuasaan rakyat, tapi rakyat seutuhnya di bawah perlindungan kekuatan
dan kebijaksanaan raja.
Di sekitar candi ditemukan 14 sumur
tua yang berbentuk segi empat silindrik dan kubus. Dinding sumur untuk bentuk
silindrik menggunakan bata lengkung, sedangkan untuk sumur yang berbentuk kubus
menggunakan bata berbentuk kubus. Pada sumur yang berbentuk silindrik dijumpai
pula dinding sumur yang menggunakan jobong (semacam bis beton yang terbuat dari
terakota/ tanah liat bakar). Penempatan sumur di muka rumah sampai saat ini
masih banyak dijumpai dirumah-rumah tradisional. Sayang sekali untuk saat ini
sumur-sumur tersebut telah ditutup. Berdasarkan hal tersebut, diperkurikan
gapura menghadap ke arah barat dan mempunyai fungsi untuk memasuki sebuah
kompleks bangunan di Kerajaan Majapahit.
Gapura Wringin Lawang telah
mengalami pemugaran yang dilaksanakan sejak tahun 1991 sampai dengan tahun
1995. Sebelum dipugar belahan selatan gapura masih utuh, berdiri tegak dengan
ketinggian 15,50 m, sementara belahan utara hanya tersisa 9 meter dan puncak
gapura telah runtuh dan hilang. Di sisi kiri dan kanan tangga naik menuju celah
di antara kedua belahan gapura terdapat dinding penghalang setinggi sekitar 2
m. Celah di antara kedua belahan gapura cukup lebar yaitu sekitar 3,47 meter,
di sisi timur dan barat terdapat sisa-sisa anak tangga. Tampaknya anak tangga
ini semula dibatasi oleh pipi tangga dan pada sisi sebelah utara dan selatan
gapura terdapat sisa struktur bata yang mungkin merupakan bagian dari tembok
keliling. Kaki
Candi Wringin Lawang terdiri dari 6 siku disetiap sudut candi (jika digabungkan
setiap sudutnya jika digabungkan menjadi lambang Kerajaan Majapahit). Atap candi berbentuk piramida bersusun dengan puncak
persegi. Bentuk atap maupun hiasan pola piramida terbalik pada atap candi mirip
dengan yang terdapat di Candi Bajangratu, memiliki 2 siku disetiap sudut candi. Terdapat perbedaan tekstur batu asli Candi Wringin Lawang
dengan batu hasil pemugaran. Jika kita amati pada bangunan tersebut, perbedaan
terletak pada cara merekatkan batu bata satu dengan yang lainnya, pada zaman
dahulu perekat dengan menggunakan gesekan antara batu bata merah yang satu
dengan yang lain dan disiram air akan tetapi pada saat pemugran perekat yang
digunakan adalah semen.
Pada waktu ke sana, aku jumpai dupa
yang ditancapkan di tanah pojokan gapura. Rupanya Candi Wringin Lawang ini
masih digunakan untuk ngalap berkah atau selamatan dengan sesaji.
Sumber:
·
Bagus
Arnawa, I.G. 1998. Mengenal Peninggalan Majapahit di Daerah Trowulan.
Mojokerto: Koperasi Pegawai Republik Indonesia Purbakala Trowulan.
·
Sujarweni,
Wiratna. 2012. Jelajah Candi Kuno
Nusantara. Yogyakarta: Diva Press.
·
Maryanto,
Daniel Agus. 2007. Candi Masa Majapahit.
Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
·
Kusumajaya,
I Made, dkk. Mengenal Kepurbakalaan di
Daerah Trowulan.
·
Observasi
tanggal 13 Oktober 2013 dan 22 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar