Rekreasi sambil belajar with my students |
C
|
andi Brahu terletak
di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto
atau di sebelah utara sekitar 2 kilometer dari jalan raya Mojokerto-Jombang
dengan koordinat 7°32′34″LS 112°22′27″B. Pertigaan di depan kantor Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur ke utara. Jalannya agak sempit
tapi untuk masuk bis pariwisata besar ternyata juga bisa masuk. Jalan menuju
Candi Brahu tersebut masih cukup asri karena di kanan kiri terdapat pepohonan
yang rindang berwarna hijau. Sebelum sampai di Candi Brahu kita akan melewati
peninggalan sejarah yang lain yaitu Maha Vihara Majapahit dan Siti Hinggil. Candi
Brahu terletak di tengah tanah persawahan.
Candi Brahu pertama kali
dicatat oleh Raffles pada tahun 1815 yang dimuat dalam bukunya History of Java yang terbit tahun 1817. Raffles
menyebut Candi Brahu sebagai “One of The
Gateways of Majapahit”.
Untuk masuk ke lokasi Candi
Brahu tidak dipungut biaya alias gratis. Hanya saja, kalau naik motor akan
ditarik biaya parkir sebesar Rp. 2.000,00. Di sekitar pagar banyak masyarakat
setempat yang berjualan makanan dan minuman. Memasuki kawasan candi terasa
sejut di hati. Banyak pepohonan yang menghijau. Ada pohon maja di sana sini.
Ada taman dan rerumputan serta tanaman yang dibentuk seperti lambang surya
Majapahit.
Candi Brahu terbuat dari
batu bata yang direkatkan satu sama lain dengan sistem gosok menghadap ke arah
barat dengan azimut 2270. Candi ini berdenah persegi panjang dengan penampil
di keempat sisinya serta mempunyai ukuran panjang 22,5 meter, lebar 20,70
meter, dan tinggi sekitar 25,7 meter.
Nama brahu berasal dari kata wanaru
atau warahu (perabuan/pembakaran), yaitu sebuah bangunan suci yang
disebutkan dalam Prasasti Tembaga Alasantan yang ditemukan tidak jauh dari
candi sekitar 45 meter di sebelah barat. Prasasti ini dibuat pada tahun 861
Saka atau lebih tepatnya tanggal 9 September 939 Masehi atas perintah Mpu
Sindok, Medang Kamulan (Mataram Kuno versi Jawa Timur). Dari pernyataan
prasasti tersebut, dapat dikatakan Candi Brahu merupakan candi tertua daripada
candi-candi lain yang ada di sekitar Trowulan.
Secara umum struktur
bangunan Candi Brahu terbagi menjadi kaki, tubuh, dan atap. Kaki candi terdiri
dari bingkai bawah, tubuh, dan bingkai atas. Bingkai tersebut terdiri dari
pelipit rata, sisi genta dan setengah lingkaran. Berdasarkan penelitian
terhadap kaki candi diketahui ada susunan bata yang strukturnya terpisah yang
diduga merupakan kaki candi yang sebelumnya. Ukuran kaki candi yang lama adalah
17 meter x 17 meter. Struktur kaki yang sekarang merupakan tambahan dari
bangunan sebelumnya. Kaki candi terdiri dari dua tingkat dengan selasarnya.
Pada bagian bawah setinggi 2 meter mempunyai tangga di sisi barat yang belum diketahui
dengan jelas bagaimana bentuknya menuju selasar kedua. Pada selasar kedua
selebar 1 meter dan mengelilingi candi dan di atas selasar kedua tersebut
berdiri tubuh candi.
Bagian tubuh candi sebagian
merupakan susunan batu bata baru yang dipasang pada masa pemerintahan Belanda
pada tahun 1920. Tubuh candi berdenah persegi panjang dengan ukuran 10 meter x
10,50 meter dan tinggi sekitar 9,6 meter. Pada bagian barat yang tingginya 2
meter dari selasar kedua terdapat lubang seperti pintu yang merupakan bilik
candi berukuran 4 meter x 4 meter. Mungkin dahulu terdapat tangga untuk masuk
bilik candi tersebut, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Kondisi lantai bilik
candi sudah rudak. Pada waktu pembongkaran bilik tersebut sisa-sisa arang yang
kemudian diteliti di Pusat Penelitian Badan tenaga Aton Nasional (BATAN)
Yogyakarta menunjukkan radio carbon arang tersebut berasal dari masa antara
tahun 1410-1646.
Atap candi setinggi
kira-kira 6 meter ini tidak berbentuk prisma bersusun atau segiempat, tapi bersudut
banyak dengan puncak yang datar. Pada sudut tenggara terdapat sisa hiasan
berdenah lingkaran yang diduga sebagai bentuk stupa.
Candi Brahu dibangun dengan
latar belakang agama Budha. Candi Brahu dalam keadaan polos tanpa hiasan atau
relief kecuali pada bagian atap terdapat sisa hiasan berdenah lingkaran yang
diduga sebagai bentuk stupa. Pada kaki, dinding tubuh, dan atap candi diatur
sedemikian rupa membentuk gambar geometris maupun lekukan-lekukan yang indah.
Di sekitar candi ketika dilakukan penggalian ditemukan banyak benda kuno
seperti alat-alat upacara keagamaan dari logam, perhiasan dari emas, arca, dan
lainnya yang kesemuanya menunjukkan ciri ajaran agama Budha.
Sebagaimana umumnya, candi
mempunyai fungsi sebagai tempat persembahyangan (pemujaan), menyimpan barang
berharga dan benda pusaka, tempat pembakaran mayat, atau tempat menyimpan abu
jenazah raja. Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah
raja-raja. Tetapi sayang, dalam penelitian atau penggalian tak ditemukan bekas
abu mayat dalam bilik candi. Hal tersebut setelah dilakukan verifikasi pemugaran
candi pada tahun 1990-1995.
Menurut cerita rakyat, Candi
Brahu merupakan makam Raja Brawijaya I-IV, tapi tidak ditemukan bukti baik
secara arkeologis maupun sejarah untuk mendukung kebenaran cerita tersebut.
Di sekitar Candi Brahu
terdapat candi-candi kecil di mana Candi Brahu merupakan titik pusatnya, antara
lain Candi Muteran, Candi Gedong, Candi Tengah, dan Candi Gentong. Tapi sayang,
yang tersisa dapat kita lihat hanya Candi Gentong yang terletak 400 meter di
sebelah timur Candi Brahu.
1.
Papan
informasi di Pusat Informasi Majapahit (PIM)
2.
Maryanto,
Daniel Agus. 2007. Candi Masa Majapahit.
Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
3.
Sujarweni,
Wiratna. 2012. Jelajah Candi Kuno
Nusantara. Yogyakarta: Diva Press.
4.
Kusumajaya,
I Made, Aris Soviyani, dan Wicaksono Dwi Nugroho. Tanpa Tahun. Mengenal Kepurbakalaan Majapahit di Daerah
Trowulan. Mojokerto: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar