TANJUNG BENOA merupakan wisata air yang memiliki
keindahan panorama alam yang mempesona. Tanjung Benoa terletak di ujung
tenggara Pulau Bali yang secara administratif berada di Kecamatan Tanjung
Benoa, Kabupaten Badung, Bali terletak sekitar 35 menit dari Kuta, 40 menit
dari Sanur, dan 20 menit dari Bandara Internasional Ngurah Rai.
Dari
tempat parkir bis kita harus berjalan sekitar 200 meter dan melewati sebuah
pura kita akan sampai di sebuah pantai. Uuuuuh, angin lautnya bikin seger aja.
Pasir dan air laut dah melambai-lamabai mengajak bermain. Uuuhhh, kata-katanya
lebay banget yach.
Pura di Tanjung Benoa |
Pasirnya
yang putih dan ombaknya yang tenang tempat ini cocok untuk dijadikan tempat
rekreasi untuk keluarga. Banyak sekali wahana yang dapat kita coba di Tanjung
Benoa ini. Ada parasailing, diving (melihat bawah laut), snorkeling (melihat
bawah laut menggunakan masker), banana boat, jet sky, dolphin tour, flyingfish,
speedboard, terjun payung, dan sebagainya. Wisatawan yang akan parasailing akan
dibriefing agar tidak panik saat mengudara atau mendarat. Tali parasailing yang
panjangnya kira-kira 50 meter akan dipasang di jet ski. Kemudian jet ski akan
dikemudikan dengan kecepatan tinggi dan parasailing yang bermuatan wisatawan
ini akan naik melayang dan akan mendarat setelah 1 kali putaran. Harga yang
ditawarkan untuk sekali putaran rata-rata sekitar 125 ribu. Berbeda dengan
Pantai Kuta, Tanjung Benoa ini memiliki ombak yang cukup tenang sehingga tidak
cocok untuk olahraga selancar.
Ketika
dalam perjalanan ke tanjung Benoa, tour guide Bli Agung menawarkan paket wisata
ke Pulau Penyu dengan biaya 300 ribu per kelompok untuk 10 orang. Kayaknya
asyik tuh. Dari tempat parkir langsung menuju pantai. Asyik banget bisa bermain
pasir dan main air. Tak lama kemudian perahu yang akan mengantar kami ke Pulau
Penyu datang dan sang tour guide memberi kami 2 bungkus plastik roti tawar.
Yuks mari berangkat......
Perahu
yang kami tumpangi dinamakan “glass bottom boat” dimana di tengah perahu
terdapat sebuah kaca biar bisa melihat isi laut. Kayaknya sih lautnya dangkal,
karena kita bisa melihat isi laut kayak ikan dan karang atau koral. Apalagi
perahunya rendah sehingga kami bisa menyentuh air laut. Berbahaya sih, aku aja
kagak berani lama-lama. Sang nahkoda perahu juga mengendarai kenceng banget.
Seru juga sampai melampai-lambai tangan dan teriak-teriak ke penumpang perahu
lain atau narsis foto dengan latar belakang laut.
Suasana di Glass Bottom Boat
Ketika
sampai di suatu tempat sang nahkoda menghentikan laju perahu yang ternyata
merupakan tempat berkumpulnya ikan-ikan. Roti tawar yang kami bawa tadi buat
kasih makan ikan disini. Asyik juga sih ngasih makan ikan sambil lihat ikan
lewat kaca yang ada di tengah perahu. Setelah puas, kami pun melanjutkan
perjalanan ke Pulau Penyu.
Turun dari Bottom Glass Boat
Pantai Pulau Penyu
Setelah
setengah jam perjalanan akhirnya sampai juga di Pulau Penyu “Turtle Island”. Perahu
tidak bisa merapat ke bibir pantai. Yach kita harus turun n berjalan di tepi
laut dengan ketinggian air selutut orang dewasa. Alhasil berjalan dengan tangan
kiri pegang sepatu dan tangan kanan memegang celana biar gak basah. Pasir
pantai juga masih basah yang menandakan air baru surut.
Sebelum
masuk kita dimintai sumbangan seikhlasnya, yach hitung-hitung untuk biaya
perawatan. Di depan pintu masuk terdapat sebuah patung penyu yang sangat besar.
Mooncot Sari
Pulau
Penyu adalah sebuah pulau kecil yang memiliki keunikan tersendiri. Pulau Penyu
merupakan tempat untuk penangkaran beberapa spesies penyu yang hampir punah. Di
tempat ini merupakan satu-satunya tempat penangkaran penyu di bali dan
dinamakan “Moncoot Sari”. Disana kita juga bisa melihat burung, ular phyton,
dan monyet. Kita bisa foto-foto sambil pegang penyu mulai dari anakan sampai
induknya, tapi dengan seizin petugasnya loch.
Foto dengan Penyu |
Disini
kita bisa lihat penyu yang baru menetas sampai penyu yang berusia puluhan
tahun. Sayangnya meskipun banyak pekerja yang ada disini tapi kurang punya
respon terhadap wisatawan lokal. Jadi yach kita keliling dengan sendirinya dan
cari tahu sendiri. Para pekerja malah asyik ngobrol di dekat pintu masuk.
Menurut
cerita tour guide kami. Dahulu penyu diburu dijadikan makanan, karena
masyarakat gemar makan daging penyu yang konon rasanya enak sekali. Bahkan
makanan khas Bali yang dinamakan “lawar” itu menggunkan darah penyu.
Lama-kelamaan populasi penyu semakin habis. Oleh karena itu Pemerintah daerah
Bali membuat peraturan dalam ritual di pura boleh menggunakan korban penyu
asalkan sudah mengantongi izin.
Kami
bisa masuk ke kandang burung. Burungnya ditaruh di pundak, trus diabadikan dech
moment langka kayak gini. Eits, ada juga ular yang berada di atas meja. Boleh
pegang loch, tapi yach takut-takut gitu dech.
Foto dengan burung
Foto seru-seruan dengan ular
Meskipun
tempatnya terpencil, tapi Pulau Penyu juga menyediakan tempat penjualan
makanan-minuman serta penjualan cinderamata yang juga menyediakan replika
penyu.
Gak
terasa waktu kunjungan telah habis. Akhirnya kami balik ke perahu yang akan
membawa kami ke Tanjung Benoa lagi. Apalagi teman-teman satu rombongan dan
menelpon menyuruh segera balik tuk makan siang.
Menu Makan Siang |
Makan
siangnya enak banget. Sayur asem, ada sambal tomat, ada udang goreng tepung
plus perkedel jagung. Uuuuuh, nyaaaammmyyyy. Ditambah makan di tepi pantai
sambil memandang laut lepas. Terasa nyaman dan tentram di hati.
Abis
makan saatnya melanjutkan perjalanan.
Seeeeee
youuuuuuu,,,,,,
Cuuuuuusssss,,,,,
Sumber data:
1.
Bli Agung, sang tour guide,,,
2. Observasi langsung tanggal 12
September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar