Selasa, 22 Januari 2013

GOA PASIR Petualangan Penuh Tantangan


GOA PASIR? Dalam pikiranku Goa Pasir merupakan sebuah gua yang di dalamnya banyak pasir. Ternyata dalam pikiranku tersebut salah besar. Goa Pasir merupakan salah satu peninggalan sejarah di Tulungagung.
Goa Pasir terletak di Dusun Pasir, Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, atau sekitar 10 kilometer dari pusat pemerintahan. Meskipun rumahku dekat dan masih berada dalam 1 kecamatan tapi aku belum pernah kesana loch. Kalo sekedar lewat sih sering, kalau mampir mah nanti dulu.
Situs Goa Pasir tempatnya agak terpencil. Dari Kota Tulungagung ke arah timur sampai perempatan Gragalan Sumbergempol (perempatan lampu merah timur gapura keluar kota Tulungagung) nanti ada papan penunjuk arah. Dari perempatan Gragalan belok ke selatan jurusan Kalidawir. Lurus saja ikuti jalan beraspal. Nanti akan sampai di pertigaan SPBU Podorejo belok ke arah barat sampai ada perempatan yang juga ada papan penunjuk arah belok saja ke arah kiri (selatan) menyusuri jalan setapak sampai ketemu jembatan. Setelah jembatan ada pertigaan belok saja ke arah kiri (timur) kurang lebih sekitar 100 meter, Goa Pasir ada di selatan jalan. Ada beberapa penduduk setempat yang membuka tempat parkir kok, jadi aman aja kalo kita mau melihat-lihat. Biaya parkir motor cukup merogoh kocek 2 ribu saja.
Setelah parkir motor saatnya lihat-lihat ada apa aja disana?
Cuuuuuuuuussss!!!!
Pos Penjaga Goa Pasir
 Goa Pasir terletak di lereng Pegunungan Podo yang nampak gersang dan berada dalam lingkungan hutan. Ada pos penjagaan yang bertuliskan “GOA PASIR”. Ama yang jaga pos kita disuruh ngisi buku tamu kemudian disuruh bayar Rp.1.000,00 per orang. Langsung aja deh berjalan ke arah selatan. Ada sebuah bangunan yang di dalamnya ada makam kuno. Aku tanya orang ternyata adalah makam Mbah Bodho atau lebih dikenal dengan “Situs Mbah Bodho”. Aku beranikan diri tuk melihat ke dalam melalui jendela yang ada. Di dalam ada seorang wanita yang kemudian sempoyongan keluar. Entah karena mabuk atau kesurupan aku juga gak tau.
Di depan Situs Mbah Bodho terdapat beberapa peninggalan. Ada arca, umpak, miniatur bangunan, dan batu-batu kuno lainnya.
Peninggalan di Sekitar Makam
 Dilihat dari tempatnya yang terpencil, diperkirakan situs ini dahulu digunakan sebagai tempat pertapaan. Hal ini sesuai dengan kebiasaan penganut agama Hindu sekte Sikwa Shidanta yang menjalankan ritual di tempat yang sifatnya tertutup. Situs ini menyimpan berbagai benda purbakala antara lain patung, relief/pahatan yang ada di antara bebatuan, arca, batu candi, struktur batu bata kuno, makam kuno, umpak-umpak, dan goa. Goa Pasir disebut juga Situs Karsyan. Di antara rimbunnya pohon dan batu-batu besar yang berserakan terdapat relief-relief dan seperti di candi pada umumnya. Goa terletak di tebing batu bukit dan tak ada lorong-lorong seperti gua pada umumnya.
Setelah mampir ke Situs Mbah Bodho aku lanjutkan perjalanan ke atas menuju gua melalui lapangan menuju jalan jalan setapak.
Jalan Setapak Untuk Memulai Pendakian

Abis jalan setapak, gak pernah aku bayangkan kalau medannya cukup berat kayak gini. Bener-bener cukup susah dan banyak menguras energi untuk menuju gua karena jalan yang cukup terjal dan tidak ada pegangan. Ada banyak bongkahan batu besar dan lokasinya juga cukup tinggi. untuk mencapai lokasi, kita harus memanjat kira-kira sejauh 100 meter karena letak goa kira-kira berada di ketinggian 200 meter.
Ketika mendekati goa ada bongkahan batu yang cukup tinggi n kayaknya kagak mungkin banget untuk aku panjat dan mencapai gua. Aku putuskan untuk gak jadi naik karena aku sendiri juga gemetar n di bawah adalah bongkahan batu-batu yang cukup curam. Tapi disana ketemu ama anak-anak dari NCB yang kasih bantuan sehingga aku bisa naik. Tapi sayang, teman aq kagak berani naik n hanya nungguin di bawah.
Medan Pendakian
Relief di Sebelah Utara

Relief di Tengah Goa
Relief di Selatan
 Lega rasanya ketika sampai di goa. Goa ini kira-kira berukuran lebar 2,6 meter, tinggi 1,75 meter, dan kedalaman 2 meter. Ada beberapa relief yang terpahat di gua ini. Pada dinding sebelah kiri dan kanan goa terpahat relief yang menggambarkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang menggoda. Relief yang berada di tengah rada gak jelas. Kayaknya sih seperti seorang satria yang sedang bertapa. Mungkin saja relief-relief tersebut merupakan penggalan dari kisah Arjunawiwaha.
Setelah puas melihat-lihat relief-relief aku beristirahat sebentar. Ketika kuarahkan pandangan ke arah utara, view’nya bagus banget. Sawah-sawah yang menghijau terhampar luas. Gunung Wilis juga terlihat puncaknya.
Narsis with view hamparan sawah
 Ada sesuatu hal yang membuatku amazing terhadap Goa Pasir ini. Pada zaman dulu goa ini katanya digunakan untuk bertapa. Gimana yach cara naiknya? Aku yang pakai celana saja susah untuk naik, apalagi pada zaman dahulu yang masih memakai pakaian tradisional. Ketika aku ceritakan ke temanku malah dikasih komentar “pakai ajian seipi angin”. Ha33. Iya kali yach,,,,
Ketika baru turun dari goa tiba-tiba turun hujan deras n angin juga kenceng banget. Untung bawa tas ransel yang udah aku isi payung n jas hujan. Antara takut n khawatir, mana pohon yang ada bergoyang-goyang diterpa angin. Alhamdulillah gak ada apa-apa n bisa berhasil turun dengan selamat. Untuk yang mau kesana hati-hati yach!!
Di sekitar lapangan terdapat beberapa bongkah batu besar yang terpahat beberapa relief. Bagian atas berbentuk datar. Mungkin untuk bertapa atau hanya sekedar duduk-duduk saja.
Batu Berelief di Dekat Lapangan

Kalau gak salah inget, di sekitar lapangan tersebut pernah ditemukan arca-arca n peninggalan lainnya. Tapi entah sekarang kemana. Mungkin dipendam lagi atau atau sudah dibawa ke museum aku juga kurang tahu.
Kata adikku yang pernah kesana, masih ada 5 gua yang ada di sekitar gua tersebut. Bahkan kata dia ada suatu tempat yang dia namakan “kubangan kerbau” yang membuatnya pernah tersesat. Ada lumpur hidup? Woww. Apabila melempar sesuatu ke dalam lumpur tersebut, maka pelan-pelan benda tersebut akan tenggelam. Ah bikin penasaran aja nich ceritanya. Tapi mungkin next time aja yach kesananya kalau ada kesempatan lagi,,,
Untuk yang mau ke Goa Pasir mungkin bisa memperhatikan beberapa hal berikut ini yach.
1.     Banyak sekali yang datang ke Goa Pasir untuk sekedar melihat-lihat atau pacaran.
2.     Waktu pulang aku jumpai di Pos Jaga digunakan untuk mabuk-mabukan. Mungkin saja di tempat lain di sekitarnya.
3.     Bawa payung n jas hujan kali aja hujan turun yang kayak aku alami.
4.     Tetapkan dalam hati n pikiran untuk waspada n hati-hati!!!!
Sampai jumpa di kisah perjalananku berikutnya. Ciaooooooo,,,,
Cuuuuuuusssss,,,,,,,,,,,,,

Specially thank buat anak-anak NCB (Ndayake Cah Banjarejo) tux semua batuannya yach!!
With anak2 NCB

















Sumber:
1.     Obeservasi langsung tanggal 20 Januari 2013
2.     My Lovely Young Brother, Aris Agung Pratama
3.     Berbagai sumber yang mendukung

Senin, 21 Januari 2013

TANJUNG BENOA, Watersport Center dan Pulau Penyu


TANJUNG BENOA merupakan wisata air yang memiliki keindahan panorama alam yang mempesona. Tanjung Benoa terletak di ujung tenggara Pulau Bali yang secara administratif berada di Kecamatan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, Bali terletak sekitar 35 menit dari Kuta, 40 menit dari Sanur, dan 20 menit dari Bandara Internasional Ngurah Rai.
Dari tempat parkir bis kita harus berjalan sekitar 200 meter dan melewati sebuah pura kita akan sampai di sebuah pantai. Uuuuuh, angin lautnya bikin seger aja. Pasir dan air laut dah melambai-lamabai mengajak bermain. Uuuhhh, kata-katanya lebay banget yach.
Pura di Tanjung Benoa

Pasirnya yang putih dan ombaknya yang tenang tempat ini cocok untuk dijadikan tempat rekreasi untuk keluarga. Banyak sekali wahana yang dapat kita coba di Tanjung Benoa ini. Ada parasailing, diving (melihat bawah laut), snorkeling (melihat bawah laut menggunakan masker), banana boat, jet sky, dolphin tour, flyingfish, speedboard, terjun payung, dan sebagainya. Wisatawan yang akan parasailing akan dibriefing agar tidak panik saat mengudara atau mendarat. Tali parasailing yang panjangnya kira-kira 50 meter akan dipasang di jet ski. Kemudian jet ski akan dikemudikan dengan kecepatan tinggi dan parasailing yang bermuatan wisatawan ini akan naik melayang dan akan mendarat setelah 1 kali putaran. Harga yang ditawarkan untuk sekali putaran rata-rata sekitar 125 ribu. Berbeda dengan Pantai Kuta, Tanjung Benoa ini memiliki ombak yang cukup tenang sehingga tidak cocok untuk olahraga selancar.
Ketika dalam perjalanan ke tanjung Benoa, tour guide Bli Agung menawarkan paket wisata ke Pulau Penyu dengan biaya 300 ribu per kelompok untuk 10 orang. Kayaknya asyik tuh. Dari tempat parkir langsung menuju pantai. Asyik banget bisa bermain pasir dan main air. Tak lama kemudian perahu yang akan mengantar kami ke Pulau Penyu datang dan sang tour guide memberi kami 2 bungkus plastik roti tawar. Yuks mari berangkat......
Perahu yang kami tumpangi dinamakan “glass bottom boat” dimana di tengah perahu terdapat sebuah kaca biar bisa melihat isi laut. Kayaknya sih lautnya dangkal, karena kita bisa melihat isi laut kayak ikan dan karang atau koral. Apalagi perahunya rendah sehingga kami bisa menyentuh air laut. Berbahaya sih, aku aja kagak berani lama-lama. Sang nahkoda perahu juga mengendarai kenceng banget. Seru juga sampai melampai-lambai tangan dan teriak-teriak ke penumpang perahu lain atau narsis foto dengan latar belakang laut.
Suasana di Glass Bottom Boat
Ketika sampai di suatu tempat sang nahkoda menghentikan laju perahu yang ternyata merupakan tempat berkumpulnya ikan-ikan. Roti tawar yang kami bawa tadi buat kasih makan ikan disini. Asyik juga sih ngasih makan ikan sambil lihat ikan lewat kaca yang ada di tengah perahu. Setelah puas, kami pun melanjutkan perjalanan ke Pulau Penyu.
Turun dari Bottom Glass Boat

Pantai Pulau Penyu
Setelah setengah jam perjalanan akhirnya sampai juga di Pulau Penyu “Turtle Island”. Perahu tidak bisa merapat ke bibir pantai. Yach kita harus turun n berjalan di tepi laut dengan ketinggian air selutut orang dewasa. Alhasil berjalan dengan tangan kiri pegang sepatu dan tangan kanan memegang celana biar gak basah. Pasir pantai juga masih basah yang menandakan air baru surut.
Sebelum masuk kita dimintai sumbangan seikhlasnya, yach hitung-hitung untuk biaya perawatan. Di depan pintu masuk terdapat sebuah patung penyu yang sangat besar.
Mooncot Sari
Pulau Penyu adalah sebuah pulau kecil yang memiliki keunikan tersendiri. Pulau Penyu merupakan tempat untuk penangkaran beberapa spesies penyu yang hampir punah. Di tempat ini merupakan satu-satunya tempat penangkaran penyu di bali dan dinamakan “Moncoot Sari”. Disana kita juga bisa melihat burung, ular phyton, dan monyet. Kita bisa foto-foto sambil pegang penyu mulai dari anakan sampai induknya, tapi dengan seizin petugasnya loch.

Foto dengan Penyu
Disini kita bisa lihat penyu yang baru menetas sampai penyu yang berusia puluhan tahun. Sayangnya meskipun banyak pekerja yang ada disini tapi kurang punya respon terhadap wisatawan lokal. Jadi yach kita keliling dengan sendirinya dan cari tahu sendiri. Para pekerja malah asyik ngobrol di dekat pintu masuk.
Menurut cerita tour guide kami. Dahulu penyu diburu dijadikan makanan, karena masyarakat gemar makan daging penyu yang konon rasanya enak sekali. Bahkan makanan khas Bali yang dinamakan “lawar” itu menggunkan darah penyu. Lama-kelamaan populasi penyu semakin habis. Oleh karena itu Pemerintah daerah Bali membuat peraturan dalam ritual di pura boleh menggunakan korban penyu asalkan sudah mengantongi izin.
Kami bisa masuk ke kandang burung. Burungnya ditaruh di pundak, trus diabadikan dech moment langka kayak gini. Eits, ada juga ular yang berada di atas meja. Boleh pegang loch, tapi yach takut-takut gitu dech.
Foto dengan burung
Foto seru-seruan dengan ular
Meskipun tempatnya terpencil, tapi Pulau Penyu juga menyediakan tempat penjualan makanan-minuman serta penjualan cinderamata yang juga menyediakan replika penyu.
Gak terasa waktu kunjungan telah habis. Akhirnya kami balik ke perahu yang akan membawa kami ke Tanjung Benoa lagi. Apalagi teman-teman satu rombongan dan menelpon menyuruh segera balik tuk makan siang.
Menu Makan Siang

Makan siangnya enak banget. Sayur asem, ada sambal tomat, ada udang goreng tepung plus perkedel jagung. Uuuuuh, nyaaaammmyyyy. Ditambah makan di tepi pantai sambil memandang laut lepas. Terasa nyaman dan tentram di hati.
Abis makan saatnya melanjutkan perjalanan.
Seeeeee youuuuuuu,,,,,,
Cuuuuuusssss,,,,,


Sumber data:
1.     Bli Agung, sang tour guide,,,
2.     Observasi langsung tanggal 12 September 2012

CANDI AMPEL TULUNGAGUNG, Reruntuhan yang Masih Menyimpan Misteri


CANDI AMPEL? Belum lama aku dengar nama candi ini. Penasaran banget jadinya. Didasari rasa penasaran, akhirnya aku datang ke tempat ini. Secara administratif Candi Ampel terletak di Dusun Ngampel, Desa Joho, Kecamatan Kalidawir, sekitar 23 kilometer arah selatan dari pusat pemerintahan Kabupaten Tulungagung.
Untuk sampai ke Candi Ampel dari Kota Tulungagung dapat langsung menuju arah tenggara yaitu Pasar Karangtalun yang berada di pusat pemerintahan Kecamatan Kalidawir. Dari pertigaan Pasar Karangtalun tinggal menyusuri jalan beraspal ke arah barat. Di pertigaan jalan beraspal Desa Joho ada papan penunjuk arah. Dari pertigaan masuk jalan tidak beraspal ke arah barat sekitar 100 meter. Kemudian ada gang kecil ke arah selatan untuk menuju lokasi Candi Ampel ini.
Pertama kali menginjakkan kaki, hanya rasa penasaran yang ada mengenai sejarah candi ini. Ada name board yang terletak di depan menghadap ke arah barat. Halaman areal situs ini terlihat bersih yang menandakan kalau situs ini dirawat.

 Name Board Candi Ampel

Candi ini terletak di tengah pemukiman penduduk yang tidak begitu padat. Areal candi ini berukuran sekitar 20 meter x 15 meter yang dikelilingi kawat berduri dan menghadap ke arah barat. Halaman di sekitar candi ini banyak ditanami tumbuhan keras. Halaman candi dikelilingi pagar yang terbuat dari kawat berduri.

Secara umum kondisi Candi Ampel sudah hancur mengenaskan karena telah runtuh dan hanya tinggal tumpukan bata merah dengan tinggi sekitar 1,5 meter serta ada beberapa komponen yang terbuat dari batu andesit.
Candi Ampel terlihat dari arah barat

Candi Ampel terlihat dari arah selatan

Candi Ampel terlihat dari arah timur
 Candi Ampel terlihat dari arah utara

Ada beberapa umpak yang tersisa. Umpak di candi ini mirip dengan umpak yang ada di Candi Gayatri di Boyolangu. Hal ini menimbulkan spikulasi kalau bentuk Candi Ampel mirip dengan Candi Gayatri. Tetapi anggapan tersebut hanya tinggal anggapan, karena data sejarah mengenai candi ini minim sekali. Kebetulan waktu berkunjung ke sana bertemu dengan seorang bapak yang sedang mencari makanan ternak. Ternyata bapak itu adalah sang juru kunci candi ini dan bernama Sawa’un. Karena ada narasumber yang berkompeten akhirnya aku bertanya mengenai candi ini. Beliau sendiri dan juru kunci sebelumnya juga kurang mengetahui sejarah mengenai candi ini. Menurut beliau, dulu ada banyak arca tetapi ada yang hilang. Dua arca yang tersisa akhirnya beliau bawa pulang untuk menghindari pencurian. Sayang sekali waktu datang ke Candi Ampel ini tidak sempat mampir ke rumah sang juru kunci untuk melihat arca tersebut.



Candi ampel terbuat dari batu bata dan batu andesit. Candi ini telah lapuk dimakan usia sehingga banyak kerusakan. Keadaan ini diperparah dengan tumbuhnya 7 pohon yang berukuran raksasa pada tubuh candi/tengah candi, yaitu pohon Joho, Winong, Aren, Kendal, Serut, Ingas dan Leran.






Candi ini hanya menyisakan sedikit relief. Walaupun demikian di sisa kaki candi sebelah selatan, maih terlihat relief yang menunjukkan pahatan sulur-suluran dengan motif flora. Ada pula pahatan yang menyerupai bentuk tubuh manusia, tapi sudah tidak berkepala. Sayang sekali relief-relief tersebut hanya terlihat samar-samar. Sulit sekali mengidentifikasi latar belakang keagamaan Candi Ampel ini karena minimnya relief yang ada atau bukti-bukti sejarah yang lain.
Di sekitar candi juga masih ada peninggalan yang berupa arca berwujud seperti manusia yang tanpa kepala serta beberapa balok batu andesit.


 Candi ini terletak di dataran rendah di sekitar kaki perbukitan Walikukun. Sebagian besar candi yang berada di lokasi lain di dataran rendah yang sama berlatar belakang sejarah dari masa Majapahit. Berdasarkan lokasi dan rancang bangunnya, kemungkinan besar Candi ampel ini juga dibangun pada waktu yang sama yang merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Adanya ornament di kaki candi yang berupa sulur-suluran, arca Dwarapala, umpak-umpak dan yoni merupakan kekuatan situs ini yang masih dapat kita kenali. Adanya yoni menunjukkan bahwa bangunan candi ini berlatar belakang keagamaan Hindu. Adanya umpak-umpak menunjukkan bahwa candi ini dulunya mempunyai atap yang menaungi bagian atas dan umpak-umpak ini sebagai penyangganya. Sebagaimana candi lainnya di Indonesia, Candi Ampel dahulu juga digunakan sebagai pemujaan. Sekarang candi ini sudah tidak lagi digunakan sebagai tempat pemujaan bagi umat agama Hindu, hanya berfungsi sebagai objek wisata saja. Dalam hal tertentu, candi ini masih dijadikan sebagai tempat “nyuwun donga” (meminta do’a dan berkah) oleh penduduk sekitar candi. Waktu berkunjung ke candi ini, saya bertemu 2 orang laki-laki. Mereka bilang sering datang ke sana. Katanya kalau punya hajat (keinginan) dan berdoa di candi ini bisa terkabul keinginannya. Di sekitar reruntuhan candi juga saya temukan tungku yang kemungkinan digunakan untuk membakar kemenyan. Memang candi ini sepertinya dikeramatkan dan dimanfaatkan beberapa orang untuk mencari wangsit.

Sumber :
1. Observasi tanggal 24 Juni 2012
2. Bapak Sawa'un, Juru Kunci Candi Ampel
3. Berbagai sumber yang mendukung