Gapura Bajang Ratu Mojokerto |
Gapura Bajang
Ratu terletak Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Dari perempatan Trowulan ke selatan kurang lebih 1 kilometer ada pertigaan ke
timur sekitar 2 kilometer. Gapura Bajang Ratu terletak di utara jalan. Kalau
berjalan terus ke timur akan kita temui Candi Tikus.
Bahan
utama pembuatan Gapura Bajang Ratu adalah batu bata, kecuali tangga masuk yang
terbuat dari batu andesit. Bangunan ini berukuran panjang 11,5 meter, lebar
10,5 meter, dan tinggi sekitar 16,5 meter. Gapura ini diperkirakan berasal dari
abad XIII-XIV. Sejak didirikan bangunan ini belum pernah dipugar kecuali usaha
konsolidasi pada tahun 1915 yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda. Baru pada
tahun 1989 dipugar dan selesai tahun 1992.
Berbeda
dengan Gapura Wringin Lawang yang tidak mempunyai atap (gapura berbentuk
bentar), Gapura Bajang Ratu memiliki atap (berbentuk paduraksa). Gapura ini
mempunyai lorong masuk keluar selebar 1,40 meter. Di sebelah kanan kiri pintu
masuk terdapat pahatan berupa binatang yang mempunyai telinga panjang dan ekor
yang berbentuk sulur gulung naik ke atas. Di ambang pintu terdapat hiasan kala
dengan ornamen sulur-suluran. Pada atap mempunyai bentuk bertingkat-tingkat
dengan puncaknya berbentuk persegi. Pada bagian atap ini terdapat hiasan yang
berupa kepala naga diapit singa, relief matahari, naga berkaki, kepala garuda,
dan relief bermata satu atau monocle cyclop. Relief-relief tersebut berfungsi
sebagai penolak bala.
Gapura ini
mempunyai sayap di kanan kirinya. Pada sisi sebelah kanan terdapat relief yang
menggambarkan raksasa sedang berkelahi melawan kera yang merupakan bagian
cerita Ramayana. Menurut Kitab Negarakertagama, gapura ini ditutup dengan daun
pintu berukir.
Pada
bagian kaki terdapat relief. Tapi sayang, keadaan relief tersebut sudah sangat
aus. Salah satu relief menggambarkan Sri Tanjung yang sedang mengendarai ikan
paus menyeberangi sungai menuju alam baka. Cerita Sri Tanjung menceritakan
tentang kesetiaan seorang wanita. Legenda ini dikaitkan dengan legenda Kota
Banyuwangi.
Nama
Bajangratu pertama kali disebut pada tahun 1915 dalam Oudheidkunding
Verslag (OV). Para ahli mengaitkan Gapura Bajangratu ini dengan
Çrenggapura (Çri Ranggapura) atau Kapopongan sebagai tempat suci (dharma) Raja
Jayanegara. Sedangkan bangunan suci (pratista) berada di Antawulan (Trowulan).
Jadi dapat disimpulkan Gapura Bajang Ratu dibangun untuk memperingati wafatnya
Prabu Jayanegara yang telah wafat pada tahun 1328 Masehi karena dibunuh oleh
tabibnya sendiri, Tanca. Dalam bahasa Jawa “bajang” berarti kecil atau kerdil
atau cacat, sedangkan “ratu” artinya raja. Dengan demikian bajang ratu dapat
diartikan raja yang kecil atau kerdil. Hal ini berkaitan dengan Raja Jayanegara
dahulu naik tahta dalam usia yang relatif muda.
Sumber:
1.
Papan informasi di Pusat Informasi Majapahit (PIM)
2.
Maryanto, Daniel Agus. 2007. Candi Masa Majapahit. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
3.
Sujarweni, Wiratna. 2012. Jelajah Candi Kuno Nusantara. Yogyakarta: Diva Press.
4.
Kusumajaya, I Made, Aris Soviyani,
dan Wicaksono Dwi Nugroho. Tanpa Tahun. Mengenal
Kepurbakalaan Majapahit di Daerah Trowulan. Mojokerto: Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar