Candi Gayatri? Sebenarnya sudah lama
sekali aku mendengarnya, dari masih duduk di bangku SD malahan. Namun baru-baru
ini saja aku langsung bisa datang ke lokasi ini. Candi Gayatri atau Candi
Boyolangu secara administratif terletak di Dusun Dadapan, Desa Boyolangu,
Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, sekitar 5 kilometer dari pusat
pemerintahan kabupaten ini. Candi ini terletak di tengah pemukiman penduduk.
Kalau
ingin mengunjungi candi ini mudah saja. Dari kota Tulungagung kita bisa
melewati perempatan Tamanan lurus ke arah selatan menuju arah Campurdarat.
Setelah berjalan sekitar 5 kilometer sebelum perempatan Pasar Boyolangu, kita
akan menemukan sebuah masjid besar. Dari masjid besar tersebut ke selatan kita
akan menemukan sebuah gapura di sebelah barat jalan yang bertuliskan “GANG
CANDI GAYATRI”.
Kemudian
kita tinggal menyusuri gang kecil ke arah barat tersebut sampai menemukan
sebuah gapura dan sebuah papan penunjuk arah yang bertuliskan “CANDI GAYATRI”
di utara jalan. Candi Gayatri terletak di utara jalan tetapi harus masuk gang
kecil di sebelah rumah penduduk.
Ketika
menyusuri gang kecil tersebut kita akan disambut sebuah “name board” yang
bertuliskan “CANDI BOYOLAGU”.
Di
sisi sebelah kiri name board ada sebuah pos penjaga, tapi sayang ketika
berkunjung ke sana pada hari Minggu tidak ada petugas atau juru kunci. Meskipun
tidak ada penjaga tetapi pintu masuk terbuka lebar sehingga bisa masuk dengan
leluasa.
Candi Gayatri pertama kali diketemukan oleh
masyarakat sekitar tahun 1914 dalam keadaan tertimbun tanah. Masyarakat
setempat menggalinya dan di dalamnya terdapat bangunan candi beserta
patung-patung kuno yang masih terkubur.
Candi
Gayatri merupakan kompleks percandian yang berdenah segi empat dengan tangga
masuk di sebelah barat. Di area situs ini terdapat 1 bangunan induk dan 2 candi
perwara yaitu di sebelah selatan dan utaranya candi induk.
Candi
induk berukuran 11,40 meter x 11,40 meter. Candi induk ini terdiri atas dua
teras berundak yang hanya tinggal kaki bangunannya. Sisa ketinggian candi ini
kurang lebih 2,30 meter (dengan mengambil sisi selatan).
Dalam
candi induk ini terdapat arca Gayatri yaitu arca wanita perwujudan dari ratu
Sri Rajapatni, anak Raja Kertanegara dari Kerajaan Singosari, istri keempat
Raja Majapahit yang pertama, Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana), ibu dari
Ratu Majapahit ketiga, Sri Gitarja (Tribhuwana Tunggadewi), dan sekaligus nenek
dari Hayam Wuruk (Rajasanegara), raja yang membawa Kerajaan Majapahit mengalami
masa keemasan/kejayaan. Arca ini berukuran panjang 1,1 meter, lebar 1 meter,
dan tinggi 1,2 meter. Tinggi lapik arca
lebar 1,68 meter dan tebal 1,4 meter. Saat ini arca tersebut diletakkan di
bawah naungan sebuah cungkup yang tanpa dinding. Tapi sayang, arca Gayatri ini
sudah dalam keadaan tanpa kepala. Bentuk arca ini menggambarkan perwujudan
Dhyani Budha Wairocana dengan duduk di atas padmasanan (singgasana) yang
berhiaskan daun teratai. Tangan arca ini bersikap Dharmacakramudra (mengajar)
serta bertatah halus dan rapi gaya Majapahit.
Di
timur laut bangunan induk terdapat sumuran.
Candi
perwara di sebelah selatan candi induk berbentuk bujursangkar dengan panjang
lebar 5,80 meter. Candi perwara ini sudah dalam keadaan rusak dan hanya
menyisakan bagian kaki saja. pada candi perwara ini terdapat Arca nandi, Arca
Dwarapala, dan Arca Mahisasura Nandini. Sekarang sisa dari patung-patung yang
ditemukan di areal Candi Gayatri telah disimpan dan diamankan di Museum Daerah
Tulungagung.
Candi
perwara di sebelah utara candi induk berbentuk bujursangkar dengan panjang
lebar 5,80 meter. Candi perwara ini pun juga dalam kondisi yang sudah runtuh.
Pada candi perwara ini terdapat 2 patung yoni yang masing-masing ceratnya
disangga oleh kepala naga, fragmen arca Ganesha, dan sebuah Patung Jaladwara.
Secara
arsitektur, semua bangunan pada kompleks percandian ini berbahan dasar batu
bata, hanya beberapa komponen saja yang terbuat dari batu andesit, misalnya
umpak dan arcanya. Candi Gayatri kemungkinan dibangun secara bertahap. Hal ini
dapat dilihat adanya struktur hiasan candi yang tumpang tindih dengan struktur
kaki candi. Jumlah umpak pada bangunan induk berjumlah tujuh buah, 2 umpak
berangka tahun 1291 C (1369 M) dan 1322 C (1389 M). Adanya umpak-umpak ini
mengindikasikan Candi Gayatri ini dahulu memakai atap, mengingat fungsi umpak
pada umumnya digunakan sebagai penyangga tiang bangunan. Berdasarkan angka
tahun tersebut diduga Candi Gayatri dibangun pada zaman Majapahit masa
pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1359 - 1389 M) sebagai penghormatan dan makam
Putri Gayatri. Pembangunan candi dilaksanakan pada tahun 1362, dua belas tahun
sesudah meninggalnya Maharaja Patni (Gayatri) tepat pada upacara Sradha bagi
putri tersebut. Upacara Sradha adalah upacara penyempurnaan arwah maharaja
Patni dengan maksud menghilangkan segala sisa-sisa ikatan keduniaan, sehingga
arwah itu dapat menjadi suci benar-benar untuk masuk nirwana. Sedangkan sifat,
nama, dan tempat bangunan disebutkan dalam kitab Kesusastraan Negarakertagama
karangan Mpu Prapanca (pada masa Majapahit pemerintahan Hayam Wuruk), bahwa di
Boyolangu terdapat bangunan suci (candi) beragama Budha dengan nama
Prajnaparamitapuri). Ada sumber yang mengatakan kalau Candi Gayatri mempunyai
peran sebagai tempat keramat yang disekar para pembesar majapahit setiap bulan
Badrapada.
Di
lokasi lain yang berdekatan yaitu sekitar 1 km di timur candi ini terdapat
Candi Sanggrahan yang menurut cerita merupakan tempat persinggahan rombongan
pembawa jenazah Putri Gayatri sebelum didharmakan di Candi Gayatri ini.
Sumber:
1. Tim
Peneliti Sejarah Kabupaten Tulungagung. 1971. Sejarah & Babat Tulungagung. Tulungagung: Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Tulungagung.
2. Poesponegoro,
Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.
3. Observasi
tanggal 15 April 2012 dan 20 Maret 2013