Secara administratif
Candi Mirigambar terletak di Dusun Gambar, Desa Mirigambar, Kecamatan
Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, + 17 kilometer dari pusat
pemerintahan Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak di sebelah tenggara
lapangan desa diapit dua pohon beringin berukuran raksasa, berdekatan dengan
perkampungan dan persawahan. Mungkin kalau tidak benar-benar mengenal daerah ini
agak susah untuk sampai ke tempat ini karena letaknya agak terpencil.
1.
Kalau dari Kediri atau Trenggalek langsung menuju
perempatan Jepun. Kemudian bisa langsung terus ke arah timur jurusan Blitar.
Sampai gapura keluar kota Tulungagung ada perempatan lampu merah atau biasa
disebut Gragalan belok ke selatan jurusan Kalidawir melewati jalan berliku.
Sampai di Desa Wates ada sebuah papan penunjuk arah ke Candi Mirigambar di
pertigaan kecil. Dari sini kemudian kita lurus ke arah timur melewati jalan
setapak sampai di sebuah lapangan desa Mirigambar yang terletak di selatan
jalan. Candi Mirigambar terletak di sebelah lapangan.
2.
Dari arah Blitar langsung menuju ke perempatan
Kidangan. Kemudian belok ke selatan, kurang lebih 200 meter sampai pertigaan
Recobarong belok ke barat. Lurus mengikuti jalan sampai di pertigaan aspal di
Desa Purworejo. Dari sini kemudian belok ke selatan sampai di balai Desa
Mirigambar ada papan penunjuk arah menuju candi ini. Dari balai desa lurus ke
barat sampai di lapangan selatan jalan dimana candi ini berada.
Jangan lupa rajin-rajin
bertanya kepada penduduk sekitar kalau kita tidak menjumpai papan penunjuk arah
yang mengarah ke Candi Mirigambar agar tidak tersesat.
Ketika berkunjung di
Candi Mirigambar ini tidak saya jumpai juru kunci atau kantor yang dapat
dimintai informasi mengenai candi ini. Candi ini dikelilingi pagar kawat
berduri dan pintu pagar pun dalam keadaan terkunci. Hanya seorang bapak yang
sedang mencari rumput di lapangan yang menyapa. Untung pagar sebelah utara ada
yang rusak sehingga saya pun bisa memasuki areal candi ini. Menurut bapak
pencari rumput candi ini masih dijadikan sarana masyarakat untuk memohon berkah
ketika akan melangsungkan hajatan atau acara besar lainnya, kadang-kadang juga
dijadikan tempat untuk bersemedi.
Dari segi arsitektur Candi Mirigambar merupakan candi tunggal tanpa candi perwara yang terbuat dari batu bata. Penggunaan batu bata untuk bangunan merupakan salah satu ciri bangunan klasik Indonesia. Candi ini hanya tersisa bagian kaki candi dan sedikit badan canda serta memiliki ukuran panjang 8,50 meter, lebar 7,7 meter, dan tinggi 2,35 meter. Candi Mirigambar dibangun menghadap ke barat. Pada pipi tangga pintu masuk penuh dengan ukiran, tapi sayang tertutup dengan lumut serta ada gapura yang telah runtuh.
Pada dinding candi terdapat
relief patung. Terdapat banyak relief yang diukir pada dinding-dinding candi.
Bagian atas tangga pintu masuk terbuat dari batu andesit, sedangkan bagian
bawah terbuat dari batu bata. Di atas gapura yang telah runtuh terdapat arca
yang terbuat dari batu andesit, masing-masing di kiri dan kanan. Tapi sayang
arca ini sudah tidak utuh lagi dan sulit dikenali karena tanpa kepala dan hanya
tersisa bagian tangan.
Bentuk bangunan candi
ini cukup kecil dan beberapa bagian terlihat doyong/miring seperti mau ambruk
saja. Setelah naik tangga kita akan menjumpai bagian badan candi yang telah runtuh
dan tinggal puing-puing saja. Di sana-sini banyak yang ditumbuhi lumut dan
jamur, mengingat candi ini terbuat dari batu bata. Ketika saya berkunjung ke
candi ini pada musim penghujan sehingga keadaan lembab lumut dan jamur mudah
tumbuh. Mungkin kalau berkunjung pada musim kemarau akan lain kondisinya.
Konon di dinding-dinding
candi terdapat relief-relief yang bergambar satwa seperti kelinci, anjing,
burung, singa, dan udang. Relief udang hanya terdapat di candi ini dan
merupakan satu-satunya di Indonesia. Ketika berkunjung ke sana saya tidak
menjumpainya, hanya relief burung yang tersisa. Kemungkinan karena termakan
usia sehingga relief ini aus dan rusak.
Di sebelah timur laut
candi terdapat tumpukan batu andesit yang ditata sedemikian rupa membentuk
persegi panjang di mana salah satu batu terdapat relief burung.
Di sebelah timur candi terdapat batu terpendam berbentuk persegipanjang yang hanya terlihat permukaannya saja. Bagian candi sebelah timur dahulunya terdapat pahatan angka tahun 1321 Saka atau 1399 Masehi tapi sayang sekarang sudah rusak berat. Tahun tersebut merupakan tahun perpindahan kekuasaan Kerajaan Majapahit dari Raja Hayam Wuruk kepada Wikramawardhana. Wikramawardhana adalah raja kelima Majapahit menggantikan Raja hayam Wuruk yang telah wafat pada tahun 1389.
Di sebelah tenggara
candi juga terdapat tumpukan batu yang masih ada ornamennya, tapi sayang
tertutup lumut dan tumbuhan.
Dilihat dari sebelah
tenggara candi ini nampak seperti mau ambruk saja. Candi ini pernah dipugar
pada tahun 1970 untuk menegakkan badan candi yang miring tapi tidak sampai
benar-benar tegak. Para ahli memasang besi pada pondasi candi agar tidak miring
dan menahan akar pohon tidak sampai menjalar ke candi yang dapat merusaknya.
Dari sebelah selatan
masih terlihat relief pada dinding candi yang menggambarkan orang yang sedang
menyembah junjungannya seperti seorang raja atau keturunan bangsawan.
Di selah selatan candi
terdapat batu persegipanjang terbuat dari batu andesit yang sepintas seperti
tempat duduk. Tapi kalau dilihat secara detail tidak terpendam di dalam tanah,
kemungkinan batu ini merupakan bagian dari candi.
Di bagian depan candi sebelah selatan sebenarnya terdapat relief tetapi hanya tinggal lubangnya saja karena sudah hilang dijarah orang. Di kanan kiri tangga candi terdapat relief seorang pria bangsawan.
Candi Mirigambar diperkirakan dibangun pada abad ke XII sampai abad XIV. Pembangunan candi ini tergolong memakan waktu yang lama, yaitu sejak akhir pemerintahan Kertanegara (Kerajaan Singasari) hingga masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit. Banyak peninggalan-peninggalan lain yang ditemukan di sekitar Candi Mirigambar, misalnya Bekas Pemandian Mliwis Putih, Candi Tuban yang terletak di Dusun Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, 300 meter selatan Candi Mirigambar, serta reruntuhan candi lain di timur Candi Mirigambar. Bahkan sering diketemukan batu komponen candi di sekitar candi ini. Oleh karena itu diindikasikan dahulunya areal ini merupakan kompleks percandian yang sangat luas.
Masyarakat sekitar
beranggapan bahwa Candi Mirigambar merupakan tempat bertemunya Prabu Angling
Dharma yang telah dikutuk menjadi burung belibis (mliwis putih) dengan seorang
putri yang kelak menjadi istrinya. Masyarakat sekitar juga beranggapan kalau
relief-relief di Candi Mirigambar menceritakan kisah angling Dharma, bahkan di
desa ini telah berdiri sebuah radio dengan nama Radio Angling Dharma. Candi
Mirigambar seringkali disebut dengan nama Candi Angling Dharma.
Menurut ahli sejarah,
sebenarnya relief di Candi Mirigambar ini menceritakan kisah Panji dimana kita
bisa mengenalinya dengan adanya orang yang memakai tekes (belangkon),
bertelanjang dada, dan memakai penutup kain pada bagian bawahnya.
Berdasarkan foto dari
N.J.Krom, bagian timur candi sudah rusak namun masih terdapat relief, serta
gapura masuk yang lebih tinggi, beberapa relief di kaki candi masih ada dan
masih utuh (termasuk relief kelinci) dan juga pilaster garuda masih terdapat di
beberapa sudut candi.