Minggu, 24 Februari 2013

CANDI SIMPING


CANDI SIMPING

Candi SimpinG adalah nama sebuah candi yang baru aku dengar. Karena penasaran akhirnya aku browsing untuk mencari informasi lebih lanjut. Setelah informasi di tangan, aku tambah penasaran untuk datang ke lokasi. Akhirnya dengan modal nekat datang ke candi ini. Dari arah Tulungagung sebelum jembatan Sungai Brantas ada pertigaan (Pademangan), langsung saja belok ke kanan melalui jalan desa jurusan Pasar Kademangan. Setelah berjalan 2 kilometer kebingungan melanda karena ada pertigaan dan perempatan tapi minim sekala papan penunjuk arah apalagi untuk orang awam seperti aku. Setelah berjalan sekitar 4 kilometer sebelum pom bensin yang terletak di sebelah barat jalan terdapat papan penunjuk arah tapi hanya terlihat samar-samar karena sebagian tertutup pohon pisan. Ada pertigaan belok ke kiri (timur). Sekitar 100 meter di sebelah kiri jalan di antara persawahan ada semacam pintu gerbang dan masuk sekitar 10 meter ada papan nama bertuliskan “CANDI SIMPING”. Akhirnya ketemu dech ma Candi Simping yang aku cari meskipun minim papan penunjuk arah.
Gerbang Masuk Candi

Name Board of Candi Simping
Candi Simping disebut juga Candi Sumberjati karena secara administrasi terletak di Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Sampai di pintu gerbang aku disambut Juru Pelihara Candi Simping yang bernama Pak Susilo. Dari beliau aku dapat banyak banget informasi mengenai Candi Simping dan peninggalan-peninggalan lain di sekitar wilayah Blitar serta menemani aku untuk berkeliling melihat-lihat.
Memasuki areal Candi Simping yang berukuran 40 meter x 40 meter ini kita akan disambut sebuah lingga (dikonotasikan sebagai alat kelamin laki-laki) yang memanjang setinggi sekitar satu setengah meter. Menurut Pak Susilo sebenarnya dulu terdapat yoni (dikonotasikan sebagai alat kelamin wanita) tapi hilang entah kemana. Di belakangnya ditumpuk batu-batuan candi yang belum tertata.
Lingga
Candi Simping terbuat dari komposisi batu andesit dan batu bata. Batu batu digunakan untuk isian candi, sedangkan batu andesit digunakan untuk bangunan luar candi.
Candi Simping sekarang hanya menyisakan reruntuhannya saja. Bangunan utama Candi Simping hanya tinggal pondasi atau kaki candi saja. Bangunan ini menghadap ke arah barat dengan ukuran panjang 10,5 meter dan lebar 8,2 meter. Di sisi barat ada tangga (flight step) yang dulu digunakan sebagai jalan masuk ke ruang candi.


Candi terlihat dari barat
Candi terlihat dari utara


Candi terlihat dari timur
Di tengah-tengah bangunan utama terdapat batu segi empat yang terbuat dari batu andesit dimana di permukaannya terpahat relief seekor kura-kura yang dililit 4 ekor naga dimana kepala naga berada di sudut-sudut gambar. Relief tersebut kemungkinan menggambarkan Kurma (avatara ke dua dari dewa Wisnu berwujud kura-kura raksasa) yang dililit Naga Basuki dalam rangka membantu para dewa dan asura untuk memperoleh tirta amerta.
Batu berelief kura-kura dililit ular

Candi Simping 7
Pada pondasi candi setinggi sekitar setengah meter ini banyak sekali terdapat relief binatang. Relief hewan disini sungguh beragam, ada singa, merak, angsa, babi hutan, burung garuda, hingga kuda poni. Selain relief hewan, pada batu – batu candi terdapat relief suluran tanaman dan relief bunga. Ada juga hiasan pilaster candi serta aneka antefik dalam bentuk beragam nan unik.
Relief Nangkala

Relief di Candi Simping
Pada pojok bangunan juga masih terdapat relief.
Sewaktu aku bertanya kepada Pak Susilo apa ada rencana reruntuhan Candi Simping ini direkonstruksi ulang, beliau menjawab memang ada rencana tapi waktunya belum pasti. Batuan candi yang jumlahnya ribuan itu telah ditata rapi di sekitar bangunan utama menurut kelompokya jika swaktu-waktu direkonstruksi. Pihak Balai Purbakala (Dinas Kepurbakalaan) telah memiliki sketsa rekonstruksi Candi Simping. Dalam sketsa rekonstruksi yang dibuat itu tergambar bentuk candi yang ramping meninggi ke atas dengan ketinggian sekitar 16 meter. Sepintas, bentuk candi mirip Candi Sawentar dan Candi Kidal. Pada badan candi yang direkontruksi terdapat hiasan-hiasan bermotif sulur-suluran dan bunga. Sementara pada mustaka candi terdapat pelipit-pelipit garis dan bingkai padma (bunga teratai). Karena ketiadaan dana, Candi Simping ini belum direkonstruksi. Menurut Pak Susilo beberapa waktu yang lalu ada pengunjung 2 orang laki-laki separuh baya dari Banyuwangi datang berkunjung dan bertanya mengapa candi runtuh padahal waktu datang tahun 2007 candi masih dalam keadaan utuh seperti yang ada di gambar sketsa perkiraan dan tingginya seperti pohon kelapa yang ada di pojok timur (sekitar 16 meter). Pak Susilo pun kaget dan bingung padahal beliau sudah menjadi juru pelihara candi sejak tahun 1992. Allahualam, itu adalah kejadian yang terjadi di luar logika.
Sketsa Candi yg utuh
Kitab Negarakertagama menyebutkan Candi Simping ini merupakan tempat diperabukan (pendharmaan) Raden Wijaya (1293-1309 Masehi) bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana, Kerajaan Majapahit dalam perwujudannya sebagai Hari-Hara (suatu sinkretisme antara Hindu dan Budha, sebagai keyakinan yang dianut oleh Sanggramawijaya sendiri). Kerta Rajasa mangkat pada tahun 231 Saka (1309 M) yang kemudian didharmakan di Antah Pura sebagai Budha dan di Candi Simping sebagai Siwa. Dulu di Candi Simping ini ditemukan arca Hari Hara yang sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Adanya unsur Siwa dan Wisnu tersebut mengindikasikan candi ini beraliran agama Hindu Siwaistis.
Harihara
Candi Simping pernah direnovasi oleh Raja Hayam Wuruk pada tahun 1285 Saka (1363 Masehi) saat memuliakan leluhurnya yang tidak lain adalah Kerta Rajasa (Raden Wijaya). Raja Hayam Wuruk dalam kunjungannya ke daerah Blitar beberapa kali mampir di candi ini, bahkan Hayam Wuruk dan Mahapatihnya, Gajah Mada pernah menginap di candi ini.
Di sudut barat terdapat batu-batuan candi yang telah ditata menyerupai puncak candi dengan ketinggian sekitar dua meter.
Puncak Candi
Di sebelah utara bangunan candi terdapat Kalamakara yang berjumlah empat yang biasa menghiasi pintu masuk candi bagian atas masih utuh tanpa rusak sedikitpun yang diletakkan di atas umpak. Beratnya batuan tersebut diperkirakan lebih dari 1 ton dan untuk meletakkan di atas umpak tersebut menggunakan alat berat dan membutuhkan waktu seharian. Keempat Kala tersebut mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Ada yang perempuan dan ada yang laki-laki.
Kala

Narsis with Kala
Di sebelah barat bangunan utama ada banyak batu-batuan yang terpahatkan relief yang unik. Ada relief seekor siput bercangkang dimana zaman dahulu digunakan untuk seperti seruling kayak yang terjadi di India. Siput tersebut dikelilingi sinar yang melambangkan kemakmuran.
Relief siput
Di sebelah tenggara terdapat arca yang semula aku kira kera, tapi kata Pak Susilo kemungkinan berbentuk singa yang sedang duduk di atas padmasana (singgasana). Sayang kepalanya hilang entah kemana, tinggal badannya saja.
Arca Singa
Ada banyak sekali relief-relief yang ada di batu-batuan candi yang belum tertata tersebut. Tapi sayang Pak Susilo pun mengatakan juga kurang mengerti makna relief tersebut.
Aneka Relief




  
Sumber:
1. Observasi
2. Juru Pelihara Candi Simping, Bapak Susilo
3. Dari berbagai sumber yang mendukung  

Rabu, 20 Februari 2013

ARCA TOTOK KEROT


Secara gak sengaja ketika dalam perjalanan pulang dari Petilasan Sri Aji Joyoboyo kutemukan papan penunjuk arah menuju Arca Totok Kerot. Dari jalan beraspal tinggal menyusuri jalan yang di kanan kiri terdapat pohon kita akan menemukan situs ini.
Papan Penunjuk Arah
Secara administrasi Arca Totok Kerot terletak di  Dusun Kunir, Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Arca ini berada di sebidang tanah yang berada di tengah persawahan yang ditanami pohon tebu. Untuk keamanan, areal arca ini dikelilingi pagar besi. Waktu kesana pintu masuk ke areal situs dalam keadaan terkunci. Di depan pintu masuk sebelah utara dekat papan nama sebenarnya ada pos penjagaan, tapi tidak ada petugas.
Board Name Arca Totok Kerot
Kondisi lingkungan situs ini cukup terawat. Penataan dan kebersihan taman di sekeliling arca terlihat bagus. Pepohonan yang rindang di sekitar arca memberi kesan rasa asri meskipun tidak bisa dijadikan tempat untuk berteduh.
arca terlihat dari depan
Arca Totok Kerot berdiri kokoh menghadap ke arah barat. Arca ini diketemukan pertama kali pada tahun 1981 tetapi baru bisa diangkat sepenuhnya pada tahun 2003. Arca Totok Kerot terbuat dari batu andesit yangutuh. Tinggi arca sekitar 3 meter.
Situs Arca Totok Kerot diperkirakan merupakan peninggalan Kerajaan Kediri atau Panjalu (1042-1222) yang beribukota di Doho.
Arca Totok Kerot merupakan perwujudan raksasa perempuan. Jika dilihat dari depan tangan kiri arca telah hilang sampai pangkal lengan. Arca ini memakai ornamen tengkorak pada lengan, dahi, anting di tenga kiri kanan, dan pada lehernya memakai kalung. Tangan kanannya mengepal tapi telah hancur dan hampir tidak kelihatan bentuknya. Pada bagian kaki dihiasi lilitan ular yang kepalanya memakai mahkota. Mata sebelah kanan seperti sobek terkena benda tajam.
Arca terlihat dari belakang

Kalau dilihat dari belakang arca ini memiliki rambut gimbal terurai. Pada punggung dan lengan sebelah kanan terdapat hiasan. Tangan kiri tidak kelihatan (hilang).  Pada perut memakai secarik kain.
Arca terlihat dari utara

Dilihat dari sebelah kanan (utara) arca ini masih kelihatan baik. Terlihat arca yang sedang duduk jongkok dengan 1 kaki tegak. Mulut membuka dan mata melotot.
Arca terlihat dari selatan
Nama Totok Kerot  berasal dari perasaan seorang wannita yang sedang marah. Toto berarti hati yang sedang marah. Kerot artinya kerot-kerot suara gigi yang bergemeretak karena marah. Konon katanya Totok Kerot merupakan perwujudan seorang putri Adal Wedi dari seorang Demang di Lodoyo, Blitar. Selain cantik, Totok Kerot juga memiliki kesaktian yang luar biasa. Dia ingin dipersunting Prabu Jayabaya, tetapi sang raja menolak. Kemudian mereka terlibat dalam sebuah pertempuran. Sang putri kalah dan akhirnya terbunuh.


Sumber:
1. Observasi tanggal 20 januari 2013
2. Diolah dari berbagai sumber

Kamis, 14 Februari 2013

ARCA GANESHA BORO


Arca Ganesha Boro? Asing sekali di telingaku ketika denger nama peninggalan sejarah tersebut. Akhirnya untuk mengetahui informasi lebih lanjut aku cari di internet. Dapat dech data inginkan.
Setelah dari Candi Simping dan dapat info lokasi dari Pak Susilo (juru pelihara Candi Simping) aku putuskan untuk datang ke Arca Ganesa Boro. Dari arah Tulungagung setelah melewati Jembatan Kademangan (Sungai Brantas) ada pertigaan belok ke kiri. Sebenarnya ada papan penunjuk arah, tapi sayang tertutup dedaunan dan pepohonan. Kurang lebih 50 meter kanan jalan (utara) ada papan nama yang bertuliskan “Ganesa Boro” yang terletak di depan rumah penduduk. Di samping rumah tersebut ada sebuah jalan kecil untuk bisa sampai di lokasi. Pas parkir motor di depan pagar situs ada seorang ibu yang teriak-teriak panggil seseorang sambil bilang “Ada tamu ni lho, cari mbah Gajah”.  Upps, ternyata masyarakat daerah tersebut bilang arca tersebut dengan sebutan Mbah Gajah. Karena pintu pagar gak terkunci, aku masuk aja.
Board Name of Arca Ganesa Boro
Arca Ganesa Boro terlihat dari depan
Oh ya, secara administrasi Arca Ganesa Boro terletak di Dusun Boro, Desa Tuliskriyo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Lokasi tersebut sebenarnya ada pagarnya tapi sudah berkarat disana sini. Papan petunjuk peninggalan sejarah pun sudah agak lapuk dimakan usia. Sepertinya situs ini kurang diperhatikan oleh pemerintah. Arca Ganesa tersebut diletakkan di sebuah cungkup di bawah sebuah pohon sawo yang rindang, tapi sayang penutup atapnya banyak yang bolong dan lapuk.
Arca Ganesa Boro mempunyai bentuk yang unik. Bagian depan mempunyai wujud Ganesa yang mempunyai kepala gajah dan berperut buncit. Bagian belakang mempunyai bentuk mahakala dengan sosok raksasa menyeramkan dengan mata melotot dan posisi tangan seperti mengancam.. Arca Ganesa Boro mempunyai ukuran tinggi sekitar 1,5 meter dan memakai banyak atribut. Secara umum Ganesha dikenal sebagai dewa ilmu pengetahuan dan penolak bala (rintangan). Seringkali arca ganesa diletakkan  di perempatan jalan, tempat angker, dan pinggiran sungai.
Bagian bawah arca terpahat konogram 1611 tahun Saka atau 1239 Masehi. Jika dilihat angka tahun tersebut, Arca Ganesa Boro merupakan peninggalan Kerajaan Singasari yang berdiri 1222 Masehi.
Arca terlihat dari depan
Arca dilihat dari belakang
Arca dilihat dari samping kanan (timur)
Arca dilihat dari samping kiri (barat)
Di sebelah timur arca terdapat sebuah batu yang kalau dilihat dari bentuknya seperti tempat untuk memberi minum hewan.